Kamis, 17 Januari 2008

ENERGI ALTERNATIF DARI RUANG ANGKASA

sel energi Sel energi sudah mulai dipakai pada sejumlah kendaraan ruang angkasa/Foto: NASA

Eksplorasi ruang angkasa telah menghasilkan sejumlah perangkat baru yang tidak umum . Salah satunya adalah bahan bakar berbasis reaksi kimia hidrogen dan oksigen.

Para astronot sebetulnya sudah tidak asing lagi dengan bahan bakar jenis ini. Sejak tahun 1960-an mereka telah menggunakannya sebagai perangkat penghasil energi pada pesawat antariksa. Yang lebih mengagumkan lagi, sumber catu daya yang mereka gunakan menghasilkan air limbah yang layak minum. Bagaimana hal ini terjadi?

Pada dasarnya, reaksi antara hidrogen dan oksigen, selain menghasilkan energi listrik dan panas, juga akan menghasilkan H2O (air), CO2 (karbondioksida), dan O2 (oksigen). Melihat hasil samping reaksi ini, tidak mustahil air dan oksigen menjadi unsur dan senyawa yang memiliki nilai positif. Airnya bisa diminum dan oksigen untuk respirasi.

Kondisi sekarang belum memungkinkan teknologi ini terealisasi secara luas. Salah satu ganjalan adalah belum tersedianya unsur hidrogen dan oksigen secara luas. Akibatnya, di Bumi sumber energi altenatif ini baru diterapkan pada sejumlah kendaraan dan perangkat khusus, seperti kendaraan ulang alik, energi cadangan untuk rumah sakit, dan bandara.

Lebih tipis dari film

Badan ruang angkasa AS, NASA, sebagai salah satu pengembang sumber energi alternatif berbasis reaksi kimia mengaku tengah mengembangkan sel bahan bakar. Sejauh ini, mereka masih merasa bahwa sel bahan bakar yang telah terpasang pada sejumlah pesawat ulang alik masih memiliki sejumlah kekurangan.

Sel alternatif ini hanya bisa menghasilkan energi listrik bila berada dalam suhu ekstrim 1.000° Celcius. Oleh karena itulah, NASA mengembangkan sel bahan bakar sejenis yang bereaksi pada suhu lebih rendah, sekitar 500° Celcius.

"Tujuan kami adalah membuat inti dari sel bahan bakar itu, yakni berupa lapisan elektrolit yang mengontrol aliran pengisian ion secara elektronis. Sel ini memiliki ketebalan satu mikron, jauh lebih tipis dari sebuah film," kata Alex Ignatiev dari NASA.

Sekadar perbandingan, sel bahan bakar yang beredar sekarang memiliki ketebalan 100 mikron atau lebih. Satu mikron setara dengan seperseribu milimeter.

"Tipisnya lapisan elektrolit ini diperlukan untuk memperkecil arus pendek aliran listrik di dalam lapisan elektrolit, sehingga bisa menghasilkan energi lebih besar pada temperatur yang lebih rendah," tambah Ignatiev.

Andai penelitian ini berhasil, tak mustahil bahan bakar yang masih dimonopoli pesawat ruang angkasa ini bisa jadi alternatif untuk menjalankan mobil, truk, perangkat elektronik seperti komputer, radio-tape dan telepon selular. (ttg)